axelaxemd axelaxemd IPS Sekolah Menengah Pertama terjawab • terverifikasi oleh ahli Iklan Iklan AntiSpamming AntiSpamming Mapel IPSPembahasan soal Contoh masjid yang menggunakan atap tumpang adalah masjidpembahasan jawaban B. Masjid Agung Demak & Banten karena masjid ini mengandung artisektut luar yang sangat mengandung unsur yang sangat kuat dan atapnya yang tumpang ntaraku jawab disebelah ya, aku hapus dulu answer nyaa fungsi tugu apaan beb sipp sans masama jangan lupa yaa biasa. Iklan Iklan Pertanyaan baru di IPS Sebut kan 5 macan irama yang kamu ketahui Tuliskan peninggalan peninggalan megalithik! soal ujian IPS kelas 8 semester 2 ​ Tuliskan tahap-tahap penambangan!Tugas Ips​ Rumah tangga konsumen mendapatkan laba dari Sebelumnya Berikutnya Iklan
Bangunanbangunan masjid di Indonesia terbilang unik karena memadukan berbagai budaya yang saling mempengaruhi atau disebut sebagai akulturasi. Dirangkum detikTravel dari berbagai sumber, Selasa (28/4/2020) inilah sejumlah masjid di Indonesia yang mencerminkan akulturasi pada bangunannya. 1. Masjid Agung Demak. Foto: (Kurnia/detikTravel)
Apa itu atap tumpang? atap tumpang adalah kata yang memiliki artinya, silahkan ke tabel berikut untuk penjelasan apa arti makna dan maksudnya. Pengertian atap tumpang adalah Subjek Definisi Buku BSE Kelas 7 SMP IPS Siswa 2016 ? atap tumpang merupakan atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil, tingkat yang paling atas berbentuk limas. Jumlah tumpang itu selalu ganjil, biasanya 3 sampai 5 tingkat. Atap tumpang serupa dengan arsitektur Hindu. Atap tumpang sampai saat ini masih banyak kita temukan di Bali. Namanya meru, dan khusus digunakan sebagai atap bangunan-bangunan suci di dalam pura. Contoh masjid yang menggunakan atap tumpang adalah Masjid Demak dan Masjid Banten. Definisi ? Loading data ~~~~ 5 - 10 detik semoga dapat membantu walau kurangnya jawaban pengertian lengkap untuk menyatakan artinya. pada postingan di atas pengertian dari kata “atap tumpang” berasal dari beberapa sumber, bahasa, dan website di internet yang dapat anda lihat di bagian menu sumber. Istilah Umum Istilah pada bidang apa makna yang terkandung arti kata atap tumpang artinya apaan sih? apa maksud perkataan atap tumpang apa terjemahan dalam bahasa Indonesia
AkulturasiArsitektur Masjid-Masjid Tua di Jakarta 188 Di sebelah utara dan timur ruang utama bagian utara terdapat serambi utara dan serambi timur. Pada lisplank atau entablature atap serambi utara terdapat hiasan berupa bentuk empat persegi dan pelipit rata, ceplok, bunga serta bulan bintang dalam lingkaran. Di serambi utara ditempatkan beduk dan bentuk atap tumpang pada Masjid merupakan hasil akulturasi dalam bidang 1. bentuk atap tumpang pada Masjid merupakan hasil akulturasi dalam bidang 2. Salah satu bentuk akulturasi antara budaya Islam dan budaya sebelumnya terlihat dari bentuk atap masjid berbentuk tumpang. Bentuk atap tumpang ini disebut​ 3. Salah satu bentuk akulturasi antara budaya Islam dan budaya sebelumnya terlihat dari bentuk atap masjid berbentuk tumpang. Bentuk atap tumpang ini disebut 4. Kaligrafi, menara, atap masjid berbentuk tumpang merupakan bentuk pengaruh agama Islam dalam kehidupan masyarakat Indonesia di bidang ​ 5. Peninggalan sejarah pada masa Islam adalah bangunan masjid. Bangunan masjid ini memiliki bentuk yang unik, yaitu beratap tumpang. Atap masjid bertumpang adalah.... 6. masjid kuno Demak beratap model tumpang atau tingkat seperti atas pada bangunan pura ini adalah bukti adanya akulturasi antara budaya 7. masjid kuno Demak beratap model tumpang atau tingkat seperti atap pada bangunan pura ini adalah bukti adanya akulturasi antara budaya 8. Berikut yang bukan merupakan wujud akulturasi masjid kuno, yaitu .... a. atapnya berbentuk tumpang b. jumlah atapnya genap c. masjid terletak di sebelah barat alun-alun d. terletak di dataran tinggi e. masjid terletak dekat dengan istana 9. Akulturasi budaya sangat kental padamasa masuknya Islam. Hal ini ditandaidengan bentuk atap ... pada Tumpang c. Rumbaib. Gadangd. Kubah​ 10. Berikan contoh masjid beratap tumpang 1 beratap Tumpang 3 beratap tumpang 5​ 11. Peninggalan sejarah pada masa islam adalah bangunan masjid. bangunan masjid ini memiliki bentuk yang unik, yaitu beratap tumpang. atap masjid bertumpang adalah....... 12. Mengapa bentuk atap masjid kuno di Indonesia berbentuk tumpang? 13. Pengaruh islam menyebabkan terjadinya akulturasi budaya Indonesia. Bentuk akulturasi tersebut terlihat pada masjid kuno di Indonesia yang ditunjukkan oleh adanya.... A. Meriam di halaman masjid B. Kentungan pada bangunan masjid C. Kubah berbentuk setengah lingkaran D. Atap masjid berbentuk tumpang 14. pengaruh Islam menyebabkan terjadinya akulturasi budaya Di Indonesia. bentuk akulturasi tersebut terlihat pada mesjid kuno di Indonesia yang ditunjukan oleh adanya... dihalaman masjid B. keuntungan pada bangunan masjid C. kubah berbentuk setengah lingkaran d. atap masjid berbentuk tumpang 15. Peninggalan sejarah pada masa islam adalah bangunan masjid. Bangunan masjid memiliki bentuk yg unik, yaitu beratap tumpang masjid beratap tumpang adalah 16. termasuk hasil akulturasi kebudayaan apakah atap tumpang? 17. Contoh Masjid yang menggunakan atap tumpang sebagai akulturasi kebudayaan Hindu Buddha dan islam adalah... 18. bentuk tumpang pada masjid di Indonesia merupakan akulturasi Islam dengan​ 19. Peninggalan sejarah pada masa islam adalah bangunan masjid. bangunan masjid ini memiliki bentuk yang unik, yaitu beratap tumpang. atap masjid bertumpang adalah.... * 20. Masjid Demak mempunyai atap tumpang tiga berbentuk segi empat,menyerupai Pura. Hal ini menunjukkan adanya akulturasi Budha dengan Islambenar / salah​ akulturasi dalam bidang Arsitektur/seni bangunan 2. Salah satu bentuk akulturasi antara budaya Islam dan budaya sebelumnya terlihat dari bentuk atap masjid berbentuk tumpang. Bentuk atap tumpang ini disebut​ Jawaban Meru / sarna Penjelasan 3. Salah satu bentuk akulturasi antara budaya Islam dan budaya sebelumnya terlihat dari bentuk atap masjid berbentuk tumpang. Bentuk atap tumpang ini disebut JawabanSalah satu bentuk akulturasi antara budaya Islam dan budaya sebelumnya terlihat dari bentuk atap masjid berbentuk tumpang. Bentuk atap tumpang ini disebut.. Meru 4. Kaligrafi, menara, atap masjid berbentuk tumpang merupakan bentuk pengaruh agama Islam dalam kehidupan masyarakat Indonesia di bidang ​ Jawabanbudaya kebudayaanPenjelasanbidang budaya dapat dilihat dari seni bangunan menara,atap masjid berbentuk tumpang dan seni ukir kaligrafidi bidang seni bagian seni bangunan atap masjid berbentuk tumpeng terjadi dari akibat alkuturasi dengan hindu dimana pura milik hindu berbentuk tumpengPenjelasanmaaf yah klo salah.; 5. Peninggalan sejarah pada masa Islam adalah bangunan masjid. Bangunan masjid ini memiliki bentuk yang unik, yaitu beratap tumpang. Atap masjid bertumpang adalah.... JawabanAtap berupa atap tumpang, yaitu atap bersusun dalam bentuk limas dengan jumlah tumpang selalu ganjilciri lainLetak masjid senantiasa berdekatan dengan istana dan alun-alunTidak adanya dan adanya menara masjid 6. masjid kuno Demak beratap model tumpang atau tingkat seperti atas pada bangunan pura ini adalah bukti adanya akulturasi antara budaya budaya jawamaaf klo salahbudaya hindu buddha..... 7. masjid kuno Demak beratap model tumpang atau tingkat seperti atap pada bangunan pura ini adalah bukti adanya akulturasi antara budaya akulturasi antara budaya islam dan budaya hindu-budha. 8. Berikut yang bukan merupakan wujud akulturasi masjid kuno, yaitu .... a. atapnya berbentuk tumpang b. jumlah atapnya genap c. masjid terletak di sebelah barat alun-alun d. terletak di dataran tinggi e. masjid terletak dekat dengan istana Jawabanb. Jumlah atapnya genapPenjelasan Bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia mempunyai ciri-ciri antara lain - Atap berupa tumpang atau bersusun. Semakin ke atas semakin kecil, tingkat paling atas berbentuk limas, jumlah tumpang selalu ganjil gasal tiga atau lima. Atap demikian disebut meru. Atap masjid biasanya masih diberi puncak kemuncak yang disebut mustaka. - Tidak ada menara yang berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan, berbeda dengan masjid-masjid di luar Indonesia. Untuk menandai datangnya waktu salat, dilakukan dengan memukul beduk atau kentongan. Contoh Masjid Kudus dan Masjid Banten. - Masjid umumnya dibangun di ibukota atau dekat istana kerajaan. Ada juga masjid-masjid yang dianggap keramat yang dibangung di atas bukit atau dekat makam. Contoh masjid-masjid zaman Wali Songo yang dibangun berdekatan makam. 9. Akulturasi budaya sangat kental padamasa masuknya Islam. Hal ini ditandaidengan bentuk atap ... pada Tumpang c. Rumbaib. Gadangd. Kubah​ JawabanA. TumpangPenjelasanSebelum Agama Islam masuk dan berkembang di Indonesia, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan dari pengaruh Agama Hindu dan Budha seperti. Masuknya Islam ke Indonesia menyebabkan terjadinya akulturasi kebudayaan, yang bukan berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Hasil proses akulturasi tersebut tidak hanya terlihat pada benda-benda, tetapi juga berhubungan dengan sikap dan hubungan sosial di Islam di NusantaraSeni BangunanAkulturasi Islam terhadap Hindu-Buddha pada seni bangunan sering dilihat pada makam dan masjid KunoAtapnya berbentuk tumpangAtapnya tumpang yaitu atap yang memiliki bagian yang semakin mengecil ke atas menyerupai limas. Banyak tumpukan atap biasanya ganjil lebih dari menaraTidak layaknya bangunan masjid modern yang memiliki kentongan atau bedug menyatu dengan arsitektur masjid, masjid kuno memiliki bedug atau kentongan yang arsitekturnya terpisah dari bangunan inti berupa menara. Bedug atau kentongan ini pada zamannya sebagai pengganti dari suara adzan yang melalui pengeras dengan istana atau makamMasjid kuno banyak ditempatkan di istana raja atau sultan dimana di dalam istana raja atau sultan biasanya diletakkan makam raja. Hingga saat ini keberadaan makam juga kerap dibangun di dekat makam untuk mempermudah dalam proses penguburan mayat. Hal ini terdapat kesamaan dengan kebudayaan Hindu yang mana terdapat Pura yang disebut "Pura Dalem Prajapati" yang kerap dibangun di dekat kuno dibangun di atas bukit sehingga kerap dari bangunan batu yang disebut dengan jidat dan nisan bangunan batu disambung dengan atap diberi atap.Dilengkapi dengan gapura sebagai penghubung makam satu dengan yang lainnya atau kelompok makam satu dengan dekat makam biasanya dibangun masjid. 10. Berikan contoh masjid beratap tumpang 1 beratap Tumpang 3 beratap tumpang 5​ JawabanMasjid kudus,masjid ternate,masjid agung demak, masjid jepara 11. Peninggalan sejarah pada masa islam adalah bangunan masjid. bangunan masjid ini memiliki bentuk yang unik, yaitu beratap tumpang. atap masjid bertumpang adalah....... Jawabanatap tumpang merupakan atap yang bersusun semakin keatas semakin kecil, tingkat paling atas berbentuk limas. masjid yang menggunakan atap tumapang adalahPenjelasanSEMOGA MEMBANTUNO COPAS! 12. Mengapa bentuk atap masjid kuno di Indonesia berbentuk tumpang? karena jaman dahulu memakai tumpang karena adanya kerajaan 13. Pengaruh islam menyebabkan terjadinya akulturasi budaya Indonesia. Bentuk akulturasi tersebut terlihat pada masjid kuno di Indonesia yang ditunjukkan oleh adanya.... A. Meriam di halaman masjid B. Kentungan pada bangunan masjid C. Kubah berbentuk setengah lingkaran D. Atap masjid berbentuk tumpang D. atap masjid berbentuk tumpangmaaf kl slhD. Atap masjid berbentuk tumpang , kalau salah maaf ya 14. pengaruh Islam menyebabkan terjadinya akulturasi budaya Di Indonesia. bentuk akulturasi tersebut terlihat pada mesjid kuno di Indonesia yang ditunjukan oleh adanya... dihalaman masjid B. keuntungan pada bangunan masjid C. kubah berbentuk setengah lingkaran d. atap masjid berbentuk tumpang atap masjid berbentuk tumpangJawabannya D. Atap masjid berbentuk tumpangMaaf klo salah 15. Peninggalan sejarah pada masa islam adalah bangunan masjid. Bangunan masjid memiliki bentuk yg unik, yaitu beratap tumpang masjid beratap tumpang adalah JawabanAtapnya berupa atap tumpang, yaitu atap yang bersusun, semakin ke atas semakin kecil dan tingkat yang paling atas berbentuk limas. ... Atap masjid biasanya masih diberi lagi sebuah kemuncak/ puncak yang dinamakan kalau salah semoga bisa membantu kalian dan menjadi jawaban terbaik 16. termasuk hasil akulturasi kebudayaan apakah atap tumpang? Hasil akulturasi Hindu dan Islam 17. Contoh Masjid yang menggunakan atap tumpang sebagai akulturasi kebudayaan Hindu Buddha dan islam adalah... Masjid Agung Demak & Masjid Menara Kudus. Maaf jika ada kesalahan tulungagung masjid ber atap tumpang muqoddimah ngrowo 18. bentuk tumpang pada masjid di Indonesia merupakan akulturasi Islam dengan​ Jawabanhindu-buddha bukanPenjelasan 19. Peninggalan sejarah pada masa islam adalah bangunan masjid. bangunan masjid ini memiliki bentuk yang unik, yaitu beratap tumpang. atap masjid bertumpang adalah.... * Jawabanatap tumpang merupakan atap yang bersusun semakin keatas semakin kecil, tingkat paling atas berbentuk bermanfaat bantu follow ya kk JawabanbenarPenjelasankarena masjid Demak memang memiliki atap tumpang tiga berbentuk segi empat,menyerupai pura Menariknyabentuk menara masjid ini mirip dengan bentuk candi. Nama nama wali songo wali songo atau wali sembilan merupakan istilah bagi 9 tokoh penting dalam penyebaran agama islam di indonesia khususnya di pulau jawanama nama 9 wali songo adalah sunan gresik sunan ampel sunan bonang sunan drajat sunan kudus sunan giri sunan kalijaga sunanHai sahabat pembaca! Apa kabar? Apakah kalian tahu bahwa bentuk atap tumpang yang biasa kita lihat pada masjid merupakan hasil akulturasi dalam bidang arsitektur? Akulturasi adalah proses dimana dua budaya bertemu dan mempengaruhi satu sama lain hingga menghasilkan kombinasi budaya yang baru. Dalam artikel ini, kita akan mencari tahu tentang bagaimana bentuk atap tumpang pada masjid merupakan hasil akulturasi dalam bidang semua tahu bahwa masjid adalah tempat ibadah bagi umat Islam. Istilah masjid berasal dari kata Arab yang berarti “tempat berlindung”. Masjid juga merupakan simbol budaya Islam yang mewakili nilai-nilai keagamaan dan memiliki berbagai bentuk arsitektur yang unik. Salah satu fitur arsitektur yang paling menonjol adalah atap tumpangnya. Atap tumpang ini menjadi ciri khas masjid dan menjadi salah satu fitur yang paling tumpang pada masjid merupakan hasil akulturasi dalam bidang arsitektur. Akulturasi ini terjadi ketika budaya Islam bertemu dengan budaya Hindu-Buddha di India dan menghasilkan bentuk atap tumpang yang unik. Atap tumpang ini dapat ditemukan pada masjid-masjid di India, Pakistan, dan Bangladesh. Atap tumpang ini mencerminkan kombinasi dua budaya yang berbeda Islam dan itu, bentuk atap tumpang juga dapat ditemukan di masjid-masjid di beberapa negara di Asia Tengah dan Timur Tengah. Di sini, atap tumpang ini mencerminkan kombinasi budaya Islam dan Persia. Akulturasi ini menghasilkan bentuk atap tumpang yang sangat unik dan menarik yang menjadi ciri khas masjid-masjid di wilayah sekarang kita tahu bahwa bentuk atap tumpang yang biasa kita lihat pada masjid merupakan hasil akulturasi dalam bidang arsitektur. Akulturasi ini menghasilkan bentuk atap tumpang yang unik dan menarik yang menjadi ciri khas masjid-masjid di berbagai wilayah. Mari kita bahas lebih lanjut tentang akulturasi ini dan bagaimana bentuk atap tumpang pada masjid mencerminkan kombinasi budaya yang Bagaimana Bentuk Atap Tumpang pada Masjid Hasil AkulturasiMasjid merupakan tempat ibadah yang dibangun untuk menyembah Tuhan. Di Indonesia, masjid memiliki berbagai bentuk dan desain yang unik. Salah satu contohnya adalah bentuk atap tumpang yang sering ditemukan pada masjid hasil akulturasi. Atap tumpang berasal dari bahasa Jawa yang berarti atap yang terletak di atas atap lainnya dan membentuk suatu struktur yang tumpang pada masjid hasil akulturasi terlihat sangat unik. Bentuknya berbeda dengan masjid-masjid lainnya. Atap tumpang pada masjid hasil akulturasi memiliki bentuk yang lebih kompleks dan terdiri dari berbagai lapisan. Atap tumpang ini biasanya terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda. Setiap lapisan terdiri dari berbagai jenis material, seperti kayu, bambu, dan bahkan tumpang pada masjid hasil akulturasi juga memiliki beberapa fungsi. Fungsi utama atap tumpang adalah untuk melindungi ruangan dari panas, dingin, dan hujan. Selain itu, atap tumpang juga bisa digunakan untuk mengurangi suara yang berasal dari luar ruangan. Atap tumpang juga dapat membuat ruangan lebih terlindungi dari sinar matahari yang itu, atap tumpang juga bisa digunakan untuk meningkatkan kenyamanan ruangan. Dengan atap tumpang yang lebih kompleks, ruangan akan menjadi lebih terlindungi dari panas, dingin, dan hujan. Selain itu, atap tumpang juga bisa digunakan untuk mengurangi suara yang berasal dari luar tumpang pada masjid hasil akulturasi juga memiliki beberapa keuntungan lain. Atap tumpang ini bisa membuat ruangan lebih terlindungi dari sinar matahari yang berlebihan. Selain itu, atap tumpang juga bisa digunakan untuk meningkatkan kenyamanan ruangan. Dengan atap tumpang yang lebih kompleks, ruangan akan menjadi lebih terlindungi dari panas, dingin, dan tumpang pada masjid hasil akulturasi memiliki berbagai bentuk dan desain yang unik. Bentuknya berbeda dengan masjid-masjid lainnya. Atap tumpang ini biasanya terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda. Setiap lapisan terdiri dari berbagai jenis material, seperti kayu, bambu, dan bahkan tumpang pada masjid hasil akulturasi memiliki berbagai fungsi. Fungsi utama atap tumpang adalah untuk melindungi ruangan dari panas, dingin, dan hujan. Selain itu, atap tumpang juga bisa digunakan untuk mengurangi suara yang berasal dari luar ruangan. Atap tumpang juga dapat membuat ruangan lebih terlindungi dari sinar matahari yang tumpang pada masjid hasil akulturasi memiliki berbagai keuntungan. Bentuknya yang unik dan kompleks membuat ruangan lebih terlindungi dari panas, dingin, dan hujan. Selain itu, atap tumpang juga bisa digunakan untuk mengurangi suara yang berasal dari luar ruangan. Dengan begitu, masjid hasil akulturasi akan menjadi lebih nyaman untuk tempat Lebih Dalam Tentang Akulturasi Pada Bentuk Atap MasjidMasjid adalah tempat ibadah yang paling penting bagi umat Muslim di seluruh dunia. Masjid juga merupakan tempat untuk menyatukan orang-orang dengan kebudayaan yang berbeda. Kebanyakan masjid memiliki bentuk atap yang berbeda-beda, yang mencerminkan akulturasi budaya yang berbeda. Akulturasi pada bentuk atap masjid dapat memberikan kita wawasan tentang bagaimana budaya yang berbeda bisa saling berinteraksi dan menjadi masjid yang paling umum adalah bentuk piramida atau kubah. Ini adalah bentuk yang paling umum di seluruh dunia dan dapat ditemukan di masjid di berbagai negara. Bentuk ini mencerminkan kesederhanaan dan keseragaman yang dibawa oleh Islam. Atap masjid dapat juga mencerminkan budaya lokal. Misalnya, di India, masjid-masjid memiliki atap yang berbentuk seperti kapal layar. Atap masjid di Turki seringkali berbentuk seperti bentuk kubah yang dihiasi dengan ukiran. Atap masjid di Afrika Barat juga memiliki bentuk yang berbeda, biasanya berbentuk seperti Akulturasi Pada Bentuk Atap Masjid Berpengaruh?Akulturasi pada bentuk atap masjid berpengaruh pada cara orang melihat dan memahami budaya. Dengan melihat bentuk atap masjid, orang dapat melihat bagaimana budaya yang berbeda bisa saling berinteraksi dan menciptakan sesuatu yang baru. Akulturasi juga menunjukkan bagaimana orang dapat menghormati budaya yang berbeda. Akulturasi pada bentuk atap masjid juga dapat digunakan untuk menciptakan kesatuan antara berbagai budaya, sehingga menciptakan perasaan saling pengertian antara berbagai kelompok ingin mendengar pemikiran Anda tentang akulturasi pada bentuk atap masjid. Silakan berbagi pendapat Anda di kolom komentar di bawah ini. Kami juga ingin mendengar bagaimana Anda menggunakan akulturasi dalam kehidupan sehari-hari. Apakah Anda melihat akulturasi sebagai sesuatu yang positif atau negatif? Berbagi pendapat Anda dengan kami dan teman-teman Anda!Mengapa Penting Menghargai Akulturasi Bentuk Atap Masjid?Akulturasi adalah proses dimana dua budaya berbeda bertemu dan saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini merupakan hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari, dan juga dapat diterapkan pada desain arsitektur. Bentuk atap masjid adalah salah satu contoh yang baik dari akulturasi. Dengan menghargai akulturasi bentuk atap masjid, kita dapat belajar tentang budaya dan sejarah di mana masjid Menghargai Akulturasi Bentuk Atap MasjidAda beberapa cara untuk menghargai akulturasi bentuk atap masjid. Pertama, kita dapat mempelajari sejarah masjid dan asal usul bentuk atapnya. Hal ini dapat dilakukan dengan membaca buku, menonton film, atau mengunjungi museum. Dengan cara ini, kita dapat memahami bagaimana bentuk atap masjid berkembang dan berubah selama kita dapat mengunjungi masjid untuk melihat bentuk atap masjid secara langsung. Ini dapat menjadi pengalaman yang menarik dan menginspirasi. Kita juga dapat bertemu dengan pemelihara masjid dan mendengarkan cerita mereka tentang masjid dan bentuk kita dapat mencoba untuk membuat bentuk atap masjid sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat skala model atap masjid dengan bahan-bahan yang tersedia di rumah. Ini dapat menjadi cara yang menyenangkan untuk belajar tentang bentuk atap masjid dan menghargai akulturasi yang menyertai Menghargai Akulturasi Bentuk Atap Masjid Penting?Menghargai akulturasi bentuk atap masjid penting karena mencerminkan rasa hormat kita terhadap budaya dan sejarah masjid. Dengan menghargai akulturasi, kita juga dapat belajar tentang masjid dan bentuk atapnya. Ini dapat membantu kita memahami bagaimana bentuk atap masjid berkembang dan berubah selama bertahun-tahun. Dengan cara ini, kita dapat menghargai budaya dan sejarah masjid, dan juga memahami bagaimana bentuk atap masjid berkembang dan berubah selama Pengetahuan tentang Akulturasi di MasjidMasjid adalah tempat untuk beribadah. Di beberapa negara, masjid juga berfungsi sebagai tempat untuk menyatukan berbagai agama dan budaya. Akulturasi adalah salah satu cara untuk menghormati dan menghargai budaya yang berbeda. Akulturasi di masjid dapat membantu meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang perbedaan satu cara untuk meningkatkan pengetahuan tentang akulturasi di masjid adalah dengan mengadakan diskusi atau forum. Diskusi atau forum ini dapat menyediakan tempat bagi para pengunjung masjid untuk berbagi pengalaman dan mengetahui lebih banyak tentang budaya yang berbeda. Diskusi atau forum ini juga dapat membantu meningkatkan partisipasi dalam komunitas Lain untuk Meningkatkan Pengetahuan tentang Akulturasi di MasjidSelain mengadakan diskusi atau forum, masjid juga dapat menyelenggarakan acara yang menyediakan kesempatan bagi para pengunjung untuk belajar tentang budaya yang berbeda. Acara ini dapat berupa pemutaran film, seminar, atau presentasi. Acara-acara ini dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang budaya yang itu, masjid juga dapat menyediakan kesempatan bagi para pengunjung untuk berbagi pengalaman dan meningkatkan pengetahuan tentang akulturasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan acara yang menyediakan kesempatan bagi para pengunjung untuk berbagi pengalaman dan berdiskusi tentang akulturasi. Acara ini dapat berupa diskusi, ceramah, atau Partisipasi Komunitas MasjidAkulturasi di masjid juga dapat meningkatkan partisipasi dalam komunitas masjid. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan kesempatan bagi para pengunjung untuk berbagi pengalaman dan berpartisipasi dalam kegiatan komunitas. Kegiatan ini dapat berupa kegiatan sosial, kegiatan keagamaan, atau kegiatan lain yang berkaitan dengan akulturasi. Dengan demikian, para pengunjung dapat belajar tentang budaya yang berbeda dan meningkatkan partisipasi dalam komunitas di masjid dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang budaya yang berbeda. Dengan mengadakan diskusi, acara, dan kegiatan yang berkaitan dengan akulturasi, masjid dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang budaya yang berbeda. Selain itu, akulturasi di masjid juga dapat meningkatkan partisipasi dalam komunitas pada Bentuk Atap MasjidAkulturasi adalah salah satu proses yang terjadi ketika budaya dua atau lebih bertemu, saling berinteraksi, dan menghasilkan sesuatu yang baru. Proses ini terjadi ketika budaya yang berbeda saling berdampingan, berbagi dan bertukar informasi, dan menghasilkan sesuatu yang baru. Akulturasi pada bentuk atap masjid adalah salah satu contoh proses masa lalu, bentuk atap masjid berasal dari India dan Cina. Bentuk atap masjid yang paling umum adalah bentuk berbentuk segitiga yang disebut bentuk atap kalas. Bentuk ini dibentuk dengan menggunakan kerangka kayu atau bambu yang ditutupi dengan kulit atau kain. Bentuk atap ini dapat dijumpai di masjid-masjid di India dan bentuk kalas, bentuk atap masjid yang paling umum adalah bentuk segitiga yang disebut bentuk atap gulung. Bentuk ini dibentuk dengan menggunakan kerangka kayu atau bambu yang ditutupi dengan kulit atau kain. Bentuk ini dapat dijumpai di masjid-masjid di India, Cina, dan Asia itu, bentuk atap masjid juga dapat dibentuk menggunakan bahan-bahan seperti batu, kayu, dan bambu. Bentuk-bentuk ini dapat ditemukan di masjid-masjid di India, Cina, dan Asia Tenggara. Bentuk-bentuk ini mencerminkan budaya yang berbeda dan akulturasi antara berbagai budaya yang pada bentuk atap masjid merupakan hasil dari berbagai budaya yang berbeda yang saling berinteraksi dan berbagi informasi. Akulturasi ini mencerminkan kemampuan manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya dan menggunakan berbagai budaya untuk membuat sesuatu yang baru. Akulturasi ini juga mencerminkan kemampuan manusia untuk mengembangkan budaya dan menciptakan sesuatu yang Akulturasi Bentuk Atap MasjidMasjid adalah tempat ibadah bagi umat Islam. Di seluruh dunia, masjid dibangun dengan berbagai bentuk dan gaya arsitektur yang berbeda. Salah satu aspek penting dari masjid adalah bentuk atapnya. Bentuk atap masjid mencerminkan keindahan akulturasi dan kreativitas arsitek dan desainer banyak bentuk atap masjid yang berbeda-beda. Beberapa di antaranya berasal dari kultur dan sejarah yang berbeda. Beberapa masjid memiliki atap berbentuk segi empat, limas, dan juga bentuk lainnya. Beberapa masjid juga memiliki atap yang berbentuk kerucut atau berbentuk kerucut yang berlapis. Beberapa masjid juga memiliki atap yang terbuat dari bahan-bahan seperti batu bata, kayu, dan akulturasi bentuk atap masjid dapat dilihat dari berbagai aspek. Bentuk atap masjid yang berbeda-beda mencerminkan kreativitas dan kecerdasan arsitek dan desainer masjid. Bentuk atap masjid yang berbeda-beda juga mencerminkan keindahan dan keunikan masjid. Bentuk atap masjid juga dapat mencerminkan karakteristik dan budaya yang ada di suatu Cara Menikmati Keindahan Akulturasi Bentuk Atap Masjid?Untuk menikmati keindahan akulturasi bentuk atap masjid, Anda perlu melakukan beberapa hal. Pertama, Anda perlu melakukan penelitian tentang bentuk atap masjid di berbagai tempat. Anda dapat mengunjungi berbagai masjid dan mengamati bentuk atap masjid yang berbeda-beda. Anda juga dapat mencari informasi tentang bentuk atap masjid di internet. Kedua, Anda dapat mengunjungi berbagai galeri dan museum untuk melihat berbagai bentuk atap masjid. Anda juga dapat mengunjungi berbagai situs web yang menampilkan berbagai bentuk atap Anda dapat mencoba membuat bentuk atap masjid sendiri. Anda dapat menggunakan berbagai bahan seperti kayu, batu bata, dan lainnya untuk membuat bentuk atap masjid. Anda juga dapat menggunakan berbagai teknik seperti soldering, welding, dan lainnya untuk membuat bentuk atap Anda dapat mencoba menggambar bentuk atap masjid. Anda dapat menggunakan berbagai teknik seperti sketsa, lukisan, dan lainnya untuk menggambar bentuk atap masjid. Anda juga dapat menggunakan berbagai media seperti kertas, kanvas, dan lainnya untuk menggambar bentuk atap cara menikmati keindahan akulturasi bentuk atap masjid. Dengan melakukan beberapa hal di atas, Anda dapat menikmati keindahan akulturasi bentuk atap masjid dan juga belajar tentang berbagai bentuk atap masjid yang ada di seluruh Lebih Dalam Akulturasi Bentuk Atap MasjidMasjid adalah tempat suci bagi umat muslim yang menjadi pusat kegiatan sosial dan keagamaan. Bentuk atap masjid yang tumpang menjadi salah satu ciri khas masjid, yang merupakan hasil dari akulturasi. Akulturasi adalah proses penyatuan dari dua atau lebih budaya yang berbeda, yang dapat dilihat dalam bentuk arsitektur masjid. Bentuk atap tumpang ini juga mencerminkan budaya dan sejarah yang ada menghargai akulturasi pada bentuk atap masjid, kita dapat mulai dengan mengetahui lebih dalam tentang masjid dan budaya yang ada di sekitar kita. Kita juga dapat menjelajahi sejarah akulturasi pada bentuk atap masjid. Menikmati keindahan akulturasi bentuk atap masjid juga dapat meningkatkan pengetahuan tentang akulturasi pada artikel ini dapat membantu Anda memahami bagaimana bentuk atap tumpang pada masjid hasil akulturasi. Sampai jumpa kembali!Video tentang Bentuk Atap Tumpang Pada Masjid Merupakan Hasil Akulturasi Dalam Bidang
Akulturasibudaya pada bentuk atap mesjid di kabupaten konawe selatan sulawesi. Atap masjid tumpang yang bertingkat dua atau tiga (budaya hindu dan. Materi belajar dari rumah edisi senin (27/4/2020) salah satunya adalah tentang bentuk akulturasi budaya dari bangunan masjid agung banten. Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakinAkulturasilain ialah perpaduan budaya Hindu-Persia yang ditemukan pada bentuk pada kubah, menara, dan tiang Masjid Agung yang berlokasi di Banda Aceh. Selain tempat ibadah, akulturasi kebudayaan pun dapat dilihat pada bangunan makam. Dalam Islam, seseorang yang meninggal harus dikebumikan di dalam tanah dengan posisi membujur dari utara ke
didalam masjid ini; 4) Makna tiang persegi delapan melambangkan arah mata angin; 5) Konstruksi atap tumpang dengan puncaknya mustaka (momolo) merupakan empat tahapan nilai tasawuf yaitu: syari'at, tarikat, hakikat, dan ma'rifat. Kata Kunci: Nilai-Nilai Islam, Masjid Indrapuri, dan Kabupaten Aceh Besar. Saeful Bahri Balai Litbang Agama Jakarta
Acculturation is the process of mixing or merging two different cultures into one new culture. One example of cultural acculturation is found in the architecture of Kasimuddin mosque located in Tanjung Palas, Bulungan Regency, North Kalimantan has a unique architectural form. This mosque is often known as the sultan's mosque because this mosque was built during the Bulungan Sultanate. The existence of this mosque is included in the Bulungan government's cultural tourism project plan. In addition to having a local cultural character, the architecture of this mosque is also influenced by other cultures. This research aims to examine cultural acculturation in the architecture of Kasimuddin Mosque. In addition, it is expected that this writing can be one of the references for the implementation of the next mosque restoration and the beginning of the next stage of research development. The research method used is qualitative method. With the form of data collection through field surveys, interviews, and some references from journals. This research was conducted on the Kasimuddin Mosque building. This mosque became one of the artifacts of the Bulungan sultanate and currently still serves as a place of worship as well as a cultural object. Various cultures influence the architecture of the mosque, including Javanese, Sumatran, Betawi, Malay, and European cultures. The occurrence of cultural acculturation because it is located in a coastal area where the area becomes a meeting place between nations. Therefore it is not surprising that in the Bulungan area there is acculturation of different cultures. Kasimuddin Mosque is one example of the result of cultural acculturation. As a cultural heritage building is expected to always be maintained, and considered both by the local government and the local community. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free JURNAL PATRA ISSN 2684-947X E-SSN 2684-9461 2022 Publishing LPPM Institut Desain dan Bisnis Bali AKULTURASI BUDAYA PADA ARSITEKTUR MASJID KASIMUDDIN DI BULUNGAN, KALIMANTAN UTARA Afifah Nurul Jihad1, Agus Dody Purnomo2 1,2 Desain Interior, Fakultas Industri Kreatif, Universitas Telkom e-mail afifahjihad agusdody Received Februari, 2022 Accepted April, 2022 Publish online Mei, 2022 Acculturation is the process of mixing or merging two different cultures into one new culture. One example of cultural acculturation is found in the architecture of Kasimuddin mosque located in Tanjung Palas, Bulungan Regency, North Kalimantan has a unique architectural form. This mosque is often known as the sultan's mosque because this mosque was built during the Bulungan Sultanate. The existence of this mosque is included in the Bulungan government's cultural tourism project plan. In addition to having a local cultural character, the architecture of this mosque is also influenced by other cultures. This research aims to examine cultural acculturation in the architecture of Kasimuddin Mosque. In addition, it is expected that this writing can be one of the references for the implementation of the next mosque restoration and the beginning of the next stage of research development. The research method used is qualitative method. With the form of data collection through field surveys, interviews, and some references from journals. This research was conducted on the Kasimuddin Mosque building. This mosque became one of the artifacts of the Bulungan sultanate and currently still serves as a place of worship as well as a cultural object. Various cultures influence the architecture of the mosque, including Javanese, Sumatran, Betawi, Malay, and European cultures. The occurrence of cultural acculturation because it is located in a coastal area where the area becomes a meeting place between nations. Therefore it is not surprising that in the Bulungan area there is acculturation of different cultures. Kasimuddin Mosque is one example of the result of cultural acculturation. As a cultural heritage building is expected to always be maintained, and considered both by the local government and the local community. Keywords Acculturation, Culture, Mosque, Kasimuddin Akulturasi merupakan proses percampuran atau penggabungan dua budaya yang berbeda menjadi satu budaya baru. Salah satu contoh akulturasi budaya terdapat pada arsitektur masjid Kasimuddin yang terletak di Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara memiliki bentuk arsitektur unik. Masjid ini sering dikenal dengan sebutan masjid sultan karena masjid ini dibangun pada masa kesultanan Bulungan. Keberadaan masjid ini masuk kedalam rencana proyek pariwisata budaya pemerintah Bulungan. Selain memiliki karakter budaya lokal, arsitektur masjid ini juga dipengaruhi oleh budaya lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji akulturasi budaya pada arsitektur Masjid Kasimuddin. Selain itu, diharapkan tulisan ini dapat menjadi salah satu referensi untuk pelaksanaan restorasi masjid berikutnya dan tahapan pengembangan penelitian berikutnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Dengan bentuk pengumpulan data melalui survei lapangan, wawancara, dan beberapa referensi dari jurnal. Penelitian ini dilakukan pada bangunan masjid Kasimuddin. Masjid ini menjadi salah satu artefak peninggalan kesultanan Bulungan dan saat ini masih berfungsi sebagai tempat ibadah sekaligus objek budaya. Berbagai budaya mempengaruhi arsitektur masjid, antara lain budaya Jawa, Sumatera, Betawi, Melayu, dan Eropa. Terjadinya akulturasi budaya karena terletak di daerah pesisir di mana daerah tersebut menjadi tempat pertemuan antar bangsa. Sehingga tidak mengherankan jika di daerah Bulungan terdapat akulturasi budaya yang berbeda. Masjid Kasimuddin adalah salah satu contoh hasil akulturasi budaya. Sebagai bangunan cagar budaya diharapkan selalu dijaga, dan diperhatikan baik oleh pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Kata Kunci Akulturasi, Budaya, Masjid, Kasimuddin PENDAHULUAN Akulturasi adalah proses penggabungan atau penyatuan dua budaya yang saling bertemu dan saling mempengaruhi satu sama lain. Prosesnya terus berkesinambungan melalui komunikasi antara pendatang dengan lingkungan sosio budaya setempat. Akulturasi ini menghasilkan budaya baru tanpa menghapus budaya yang ada sebelumnya Mulyana, 2006; Ayuningrum, 2017. Budaya baru ini akan menambah keberagaman dan kekayaan budaya dalam satu daerah. Akulturasi budaya sangat memungkinkan terjadi di Nusantara khususnya di Kalimantan dikarenakan terletak di jalur perdagangan dunia. Pada abad ke 7 aktifitas perdagangan bangsa Arab sudah berlangsung dengan rute yang menghubungkan Laut Tengah dengan Cina. Rute pelayaran dan perdagangan Arab - Persia - India - dunia Melayu - Tiongkok. Kedatangan bangsa lain tersebut di Nusantara untuk berdagang dan berinteraksi dengan masyarakat setempat. Selain berdagang, mereka juga menyebarkan agama Islam sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya akulturasi budaya. Hal ini seperti yang terjadi di daerah Bulungan, Kalimantan Utara dimana jejak kedatangan mereka bisa dilihat dari makam ulama yang bernama Sayyid Ahmad Maghribi di Salim Batu. Ulama tersebut diyakini berasal dari Arab Maroko Rahmadi, 2020; Sadono, 2020. Salah satu hasil akulturasi budaya yakni arsitektur masjid. Masjid merupakan tempat beribadah bagi umat muslim. Masjid di Indonesia sangat kental dengan pengaruh budaya berbagai suku di tanah air. Selain untuk beribadah, masjid juga sering digunakan untuk berbagai aktivitas bagi umat muslim. Kegiatan – kegiatannya antaralain pengajian, kegiatan berdakwah, dan acara keagamaan lainnya. Masyarakat juga memanfaatkan masjid sebagai tempat upacara pernikahan atau dalam Islam dikenal dengan akad nikah. Pada intinya perkembangan fungsi masjid sebagai tempat pembinaan, pengajaran, praktik sosial, pengamanan, dan benteng pertahanan umat Islam sehingga fungsinya mencakup pengertian sosial, budaya, dan politik Barliana, 2008. Sedangkan bentuk arsitektur masjid di Indonesia juga beragam sesuai dengan daerahnya dan budaya yang mempengaruhinya. Tidak heran jika dalam perkembangannya, masjid di Nusantara memiliki keragaman bentuk yang mencerminkan akulturasi budaya di dalamnya Sadono, 2020. Masjid Kasimuddin adalah salah satu masjid besar yang terletak di Tanjung Palas, kota Bulungan. Masjid ini merupakan salah satu peninggalan penting dari kebudayaan dan kesultanan Bulungan. Masjid tersebut mulai dibangun pada tahun 1897. Kemudian mulai diperbesar saat pemerintahan kesultanan dipegang oleh Sultan Maulana Muhammad Kasimuddin 1901-1925. Dan akhirnya masjid ini juga dikenal dengan nama masjid Kasimuddin. Masjid Kasimudin berdiri di atas tanah seluas 2500 m2. Saat ini, arsitektur masjid Kasimuddin masuk dalam proyek pemerintahan Kalimantan Utara. Dan terdaftar sebagai peninggalan budaya dan warisan Kesultanan Bulungan. Nama Bulungan’ merupakan nama salah satu suku yang bermukim di Kalimantan Utara. Suku tersebut adalah suku dengan ras Melayu yang kental. Pengaruh budaya Melayu dari Brunei Darussalam dan Malaysia Rahmadi, 2020. Sementara ada teori lain juga yang menyatakan bahwa pengaruh budaya Islam dibawa oleh bangsa Thailand, Laos, Kamboja dan negara sekitarnya Rifani, 2014; Kumayza, 2014. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji lebih lanjut tentang akulturasi budaya yang terdapat pada arsitektur masjid Kasimuddin. Akulturasi budaya yang ditampilkan melalui elemen arsitektur dan interiornya memiliki keunikan yang berbeda dengan masjid-masjid pada umumnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam mengenal keragaman bentuk arsitektur masjid di Nusantara. Selain itu juga dapat menjadi tahapan awal untuk pengembangan penelitian berikutnya. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode penilitian kualitatif. Metode ini terdiri atas pengumpulan data melalui survei dan wawancara. Data primer diperoleh melalui survei lapangan dan wawancara dengan pengelola masjid. Sedangkan data sekunder diperoleh dari jurnal ilmiah, makalah seminar, buku literatur cetak maupun elektronik. Data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis, kemudian ditarik kesimpulan. Lokasi penelitian dilaksanakan di komplek Masjid Kasimuddin yang terletak di jalan Kasimuddin, Tanjung Palas, kabupaten Bulungan, provinsi Kalimantan Utara. Bangunan berdiri di atas tanah dengan luas 2500 m2 dan bangunan memiliki ukuran 19 x 19 m2. Gambar 1. Arsitektur Masjid Kasimuddin [Sumber Dokumentasi Afifah,2021] HASIL DAN PEMBAHASAN Masjid Kasimuddin merupakan masjid peninggalan Kesultanan Bulungan sehingga pada arsitektur dan interior bangunannya banyak ditemukan unsur-unsur budaya yang kental di Bulungan. Bangunan Masjid ini menggunakan material kayu ulin baik pada struktur bangunan maupun elemen interior. Saat ini, Masjid ini menjadi salah satu proyek pengembangan Pemerintah Daerah Bulungan. Proyek ini direncanakan menjadi salah satu potensi pariwisata budaya di Kalimantan Utara. Akulturasi Budaya pada Arsitektur dan Interior Masjid Bentuk atap masjid Kasimuddin merupakan atap tumpang limasan dengan kubah pada bagian puncaknya. Seperti pada umumnya bentuk atap masjid di Nusantara yang memiliki bentuk tingkatan. Selain itu juga bermahkota wuwungan atau bubungan dari bahan terakota maupun jenis bahan yang sama dengan bahan atapnya. Namun pada masjid ini menggunakan mahkota kubah yang merupakan ciri khas dari masjid Timur Tengah. Bentuk atap tumpang mengingatkan kepada bentuk Meru gunung yang biasanya dikenal dalam budaya pra Islam misalnya masjid Agung di Demak dan masjid Sang Cipta Rasa di Cirebon. Material kubah masjid adalah alumunium sedangkan atapnya menggunakan material sirap kayu ulin. Sirap kayu ulin merupakan material yang umum digunakan di provinsi Kalimantan Utara karena merupakan komoditi yang banyak tersebar di Kalimantan utara. Namun, material ini saat ini sudah jarang digunakan karena harganya mahal baik untuk pembuatan maupun pemeliharaannya. Gambar 2. Tampak Atap Masjid Kasimuddin [Sumber Dokumentasi Afifah, 2021] Bagian tengah bangunan terdapat empat tiang utama soko guru sebagai penyangga utama atap. Selain soko guru terdapat juga tiang-tiang pendukung berjumlah 12 yang tingginya lebih pendek dibandingkan soko guru. Keberadaan soko guru dan soko pendukung mengingatkan pada bentuk-bentuk bangunan pendopo pada arsitektur pra Islam. Gambar 3. Empat soko guru pada Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Pengaruh Jawa merupakan salah satu bukti bahwa adanya hubungan diplomasi antara kesultanan Bulungan dengan kesultanan Yogyakarta. Sementara lampu yang digunakan pada masjid dengan jenis chandelier merupakan lampu antik yang merupakan pengaruh budaya Eropa Belanda. Bangunan Masjid Kasimuddin ditopang oleh 16 tiang soko dengan material kayu ulin. Dan dari awal pembangunan tidak pernah diganti dikarenakan begitu kuat material tersebut. Kayu ulin ini sangat kuat dan dapat bertahan sampai puluhan tahun. Kayu tersebut banyak tersebar di Kalimantan Utara dan sangat umum digunakan pada bangunan-bangunan tradisional di Kalimantan Utara. Gambar 4. Kayu ulis sebagai tiang penyangga masjid [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Pada bagian fasad masjid, terdapat serambi sebelum memasuki area interior masjid. Deretan tiangnya dihubungkan bentuk lengkung setengah lingkaran pada bagian atasnya. Bentuk lengkung setengah lingkaran merupakan pengaruh dari arsitektural dari Timur Tengah. Pada bidang fasad diberi warna putih dan lis berwarna hijau. Warna hijau identic dengan warna pada arsitektur Islam di Indonesia. Dinding masjid menggunakan material papan kayu ulin dengan finishing cat berwarna putih. Pada elemen lantainya menggunakan tegel pada area tengah masjid dan material keramik putih polos digunakan untuk lantai di sisi samping masjid. Gambar 5. Dinding dan Lantai Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Masjid memiliki bukaan berupa pintu yang disebut dengan istilah laweng. Laweng menggunakan material kayu yang menggunakan penggayaan vernakular khas Bulungan. Jenis mekanisme pintu masjid menggunakan mekanisme swing sederhana. Bukaan laweng menggunakan 2 daun pintu. Dengan laweng 2 daun pintu dapat membantu penghawaan di dalam ruangan. Masjid di Aceh memberikan pengaruh terhadap bukaannya. Namun, pada bukaan masjid di Aceh tidak terdapat daun pintu seperti di masjid ini. Model daun pintu yang digunakan merupakan pengaruh budaya Betawi. Selain pintu terdapat pula lobang angin pada bagian atas pintu. Gambar 6. Tampak Pintu/laweng Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Warna cat pada bangunan menggunakan warna putih, hijau, dan kuning keemasan. Warna – warna tersebut merupakan warna khas kesultanan Bulungan dan warna yang melambangkan budaya Bulungan. Warna kuning merupakan bukti dari pengaruh budaya. Warna kuning keemasan merepresentasikan warna padi yang menguning. Warna kuning merupakan simbol dari kemakmuran dan kejayaan. Warna putih merupakan lambang dari kesucian. Warna hijau adalah warna khas Islam. Warna ini lambang dari kedekatan agama Islam dan budaya Bulungan. Gambar 7. Bentuk lengkung pada fasad serambi masjid [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Mimbar adalah tempat dengan bentuk menyerupai singgasana yang biasa digunakan oleh ulama maupun petinggi agama untuk menyampaikan dakwah Islam. Mimbar juga sering menjadi vocal point di dalam masjid. Tidak heran jika mimbar masjid sering memiliki ukiran ataupun warna yang merepresentasikan budaya setempat. Mimbar masjid menggunakan material kayu. Warna yang dipakai adalah warna kuning dan biru. Mimbar ini sangat merepresentasikan dari budaya Bulungan. Gambar 8. Mimbar Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Akulturasi Budaya pada Ornamen Masjid Ornamen atau ukiran dapat ditemukan pada beberapa area interior masjid. Pada langit-langit masjid terdapat lis ukiran berisi asma’ul husna yang terdapat dalam Alqur’an. Lis ukiran ini mengelilingi area langit-langit diletakan di atas soko pendukung. Gambar 9. Ukiran pada langit – langit Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Lantai menggunakan material tegel dengan motif geometri berwarna hijau. Pengaruh budaya Eropa dapat dilihat pada lantai masjid ini. Diperkirakan bahwa tegel ini didapat dari pabrik tegel cap kunci yang berasal dari kota Yogyakarta. Sehingga ada kemiripan antara lantai tegel di Yogyakarta dengan lantai tegel masjid. Pabrik ini telah didirikan oleh Louise Maria Stocker dan Jules Gerrit Commane pada tahun 1927 Dewi, 2017; Budi, 2017. Pengetahuan akan tegel diperkenalkan oleh Belanda sehingga lantai tegel pada masjid merupakan pengaruh dari Eropa. Hal ini didukung dengan kerjasama antara Belanda, Sultan Kasimuddin, dan Habib Abdullah Al – Jupri dalam bisnis pengolahan minyak di Tarakan. Gambar10. Ukiran pada Lantai Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Ukiran lainnya terdapat di mihrab masjid. Ukiran yang melekat pada dinding masjid memiliki pola geometri yang membentuk ilusi flora. Warna yang digunakan adalah warna hijau, kuning, dan coklat. Warna – warna ini sangat dengan warna earth yang identik dengan kebudayaan Bulungan. Budaya Bulungan memang banyak dekat dengan alam karena Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Bulungan mengandalkan alam. Seperti pertanian, perkebunan, hutan, dan kelautannya. Gambar 11. Ukiran pada dinding Mihrab Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] Pada mimbar masjid juga terdapat ukiran lainnya. Terdapat ukiran – ukiran stilasi flora pada bidang mimbar. Ornamentik flora umumnya bentuk lung-lungan. Ukiran – ukiran ini merupakan salah satu ukiran khas dari masyarakat Bulungan. Gambar 12. Ukiran pada Mimbar Masjid Kasimuddin [Sumber. Dokumentasi Afifah, 2021] KESIMPULAN Masjid Kasimuddin di Kabupaten Bulungan merupakan bukti akulturasi dari keragaman budaya di Indonesia. Walaupun suku Bulungan merupakan suku terbesar yang mendiami Kalimantan Utara, namun budayanya banyak mengadaptasi dari budaya-budaya lain baik dari daerah lain bahkan budaya bangsa lainnya. Hal ini dikarenakan masyarakat Bulungan merupakan masyarakat pesisir sehingga cenderung bersikap terbuka dan ramah dalam menerima pengaruh budaya lain. Masjid Kasimuddin merupakan bangunan peninggalan sejarah yang penting. Untuk itu harus tetap dirawat dan dilindungi sebagai aset budaya daerah Bulungan. Pemerintah setempat diharapkan dapat lebih aktif menjaga, melestarikan, serta mengembangkan cagar budaya bersejarah ini. Keterlibatan masyarakat juga dibutuhkan dalam mendukung pelestarian bangunan cagar budaya tersebut. Diharapkan masjid Kasimuddin dapat menjadi sumber inspirasi bagi arsitek dan desainer interior dalam mengembangkan desain masjid di Nusantara. DAFTAR PUSTAKA [1] Mulyana, D., & Jalaluddin, R. 2006. Komunikasi Antarbudaya. Bandung PT. Remaja Rosdakarya. [2] Al-Amri, L., & Haramain, M. 2017. Akulturasi Islam Dalam Budaya Lokal. KURIOSITAS Media Komunikasi Sosial Dan Keagamaan, 112, 87-100. [3] Ayuningrum, D. 2017. Akulturasi Budaya Cina dan Islam Dalam Arsitektur Tempat Ibadah di Kota Lasem, Jawa Tengah. Jurnal Sabda, 122, 122-135. [4] Barliana, M. Syaom. 2008. Perkembangan Arsitektur Masjid Suatu Transformasi Bentuk dan Ruang. HISTORIA Jurnal Pendidikan Sejarah, 092, 45-60. [5] Cahyandari, G,O,I. 2012. Tata Ruang dan Elemen Arsitektur pada Rumah Jawa di Yogyakarta sebagai Wujud Kategori Pola Aktivitas dalam Rumah Tangga. Jurnal Arsitektur Komposisi, 102. [6] Rahmadi. 2020. Membincang Proses Islamisasi di Kawasan Kalimantan Dari Berbagai Teori. Khazanah Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 182, 243 – 286. [7] Rifani, A, M., & Kumayza, T, N. 2014. Hari Budaya Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal ilmu Sosial Mahakam, 31, 1-18. [8] Sadono, S. & Purnomo, A. D. 2020. Akulturasi Budaya Islam dan Tionghoa Dalam Arsitektur Masjid Al Imtizaj Cikapundung Bandung. GORGA Jurnal Seni Rupa, 92, 438-443. [9] Saefullah, A. 2018. Masjid Kasunyatan Banten Tinjauan Sejarah dan Arsitektur. Jurnal Lektur Keagamaan, 161, 127 – 158. [10] Sholehah., & Christyanti, R, D. 2014. Tradisi Budaya pada Sistem Fisik Bangunan Rumah Sembau Suku Bulungan di Tanjung Palas Kalimantan Utara. PROKONS Jurnal Teknik Sipil, 102, 100-108. [11] Syamsiyah, N, R., & Muslim, A. 2018. Kajian Perbandingan Gaya Arsitektur dan Pola Ruang Masjid Surakarta dan Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, 151. [12] Tanjung, R., Rudiansyah., & Chen, J. 2019. Masjid Lama Gang Bengkok Sebagai Simbol Multietnis Di Kota Medan. Journal of Art, Design, Education, And Culture Studies JADECS, 42, 95 – 103. [13] Zahra, F. 2017. Perpaduan gaya Arsitektur Eropa dan Timur Tengah pada Masjid Istiqlal Jakarta. Prosiding Seminar Heritage IPLBI. Cirebon, Indonesia. 219-226. [14] Dewi, F, W., & Budi, B, S. 2017. Ragam Motif dan Warna Tegel Kunci pada Keraton Yogyakarta. Prosiding Seminar Heritage IPLBI. Cirebon, Indonesia. 499 – 504. [15] Simas Kemenag. Masjid Kasimuddin. URL Diakses tanggal 6 Agustus 2021. [16] Bpcbkaltim. 2016. Masjid Kasimuddin. URL Diakses tanggal 10 Agustus 2021. [17] Muffid, M., Supriyadi, B., & Rukayah, R, S. 2014. Konsep Arsitektur Jawa dan Sunda pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. MODUL, 142, 65 – 70. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Diah AyuningrumThe Interaction of Chinese culture and Islam has been going on since four hundred years ago. Tolerance between indigenous people, Chinese, and Moslem is well preserved until now. One of them is the architectural town of Lasem and the house in China town area - a typical Chinese style house found in Lasem. Homes, places of worship like temples are also typical Chinese style also prove the occurrence of cultural acculturation in Lasem. The roof of Masjid Jami Lasem is a major proof of acculturation between Islamic and Chinese SaefullahKasunyatan Mosque is one of the historic ancient mosques in Banten. Its existence is less popular than Masjid Agung the Great Mosque of Banten in Banten Lama, although both are one of the religious tourism destinations for Indonesian people. At the time of the Sultan Shaykh Maulana Yusuf, the second Sultan of the Sultanate of Banten, ruled between 1570-1780 AD, Kasunyatan Mosque is well known as a center of religious and scientific activities other than the Keraton Surosowan and Banten Lama. Across this mosque there is the Tomb of Sultan Shaykh Maulana Yusuf which is crowded by the public. This research paper endeavors to describe of how Kasunyatan Mosque in Banten as one of historic places of worship. The research uses historical and architectural approach in understanding and analysing data. Based on this research, it is understood that the Kasunyatan Mosque shows its ancient features in its rectangular shape, solid or massive foundations, thick walls, short mihrab, and pulpits and the Friday sermons in the form of a double-edged sword. Although it has renovated and improved, but the original structure remains visible and its authenticity is maintained. On the southwest side there is also a massive tower, as one of the hallmarks of ancient tower buildings. One of the legacies that is still passed by the present generation is in case of educative and religious function of the mosque itself as a center of religious teaching and learning in which the Madrasah Diniyah religious School and regular religious study majlis taklim is built and being carried out up to now, besides enabling for other religious activities and ceremonies such as regular religious teaching, the commemoration of Islamic Memorial Days such as Mawlid an-Nabi Celebrating Prophet Muhammad's Birthday, Isra Mi’raj, Orphans Benefit, and also the haul of Shaykh Maulana Kasunyatan, Ancient Mosque, Banten, Maulana Yusuf, Architecture, historical and architectural perspective Masjid Kasunyatan merupakan salah satu masjid kuno bersejarah di Banten. Keberadaannya kurang popular dibandingkan dengan Masjid Agung Banten di Banten Lama, meskipun dua-duanya merupakan salah satu tujuan wisata religi bagi sebagian masyarakan Indonesia. Pada masa Sultan Syekh Maulana Yusuf, sultan kedua dari Kesultanan Banten, berkuasa antara 1570-1780 M., Masjid Kasunyatan dikenal sebagai pusat kegiatan keagamaan dan keilmuan selain di sekitar Keraton Surosowan dan Banten Lama. Di seberang masjid ini terdapat Makan Sultan Syekh Maulana Yusuf tersebut yang ramai diziarahi masyarakat. Berdasarkan penelusuran, Masjid Kasunyatan memperlihatkan ciri-ciri kekunoannya pada bentuknya yang segi empat, fondasi padat atau massif, dinding tebal, mihrab pendek, dan mimbar serta tongkat khotib Jum'at berupa pedang bermata dua. Meskipun telah mengalami perbaikan, tetapi struktur aslinya tetap terlihat dan keasliannya dipertahankan. Di sisi sebelah barat daya terdapat juga menara yang massif, sebagai salah satu ciri bangunan menara kuno. Salah satu peninggalannya yang tetap diteruskan oleh generasi sekarang adalah dalam hal pemeranan fungsi pendidikan dan keagamaan, dimana Madrasah Diniyah dan pengajian rutin dibangun dan diselenggarakan, selain untuk pelaksanaan berbagai acara kegiatan keagamaan seperti peringatan hari-hari besar keagamaan, seperti Maulid Nabi Muhammad Saw., Isra Mikraj, Santunan Anak Yatim, dan juga acara haul Syekh Maulana Kunci Kasunyatan, Masjid Kuno, Banten, Maulana Yusuf, Arsitektur Gerarda Orbita Ida CahyandariTraditional houses resemble classification according to social status of the owner. Traditional house is a manifestation of symbolic and cultural meaning. Javanese traditional houses are represented in certain orders and characteristics. “Ndalem” in the form of “Joglo” is a type of high status. “Limasan” and “Kampung” are houses for medium and low status. Activities in a house reflect social inter-relationship in a family. Javanese people are categorized as patrileneal family systems that have cultural determination in domestic roles. The analysis requires historical data, pattern of activity, and architectural elements and symbols. Mapping of activities draws housing classification. “Dalems” and “joglos” have spaces to support social activity and define the roles. Houses in lower classification show balance of the social classification, Javanese traditional house, domestic rolesAbstrak Rumah tradisional mencitrakan status sosial pemilik yang juga berarti bahwa rumah tradisional memiliki makna simbolis dan kultural. Rumah trdisional Jawa diwujudkan dalam aturan dan karakteristik tertentu. Rumah “Joglo” dalam bentuk “Ndalem” berada pada status sosial pemilik yang tinggi, sedangkan Limasan dan Kampung dimiliki oleh kaum biasa dan rakyat jelata. Aktivitas dalam rumah mencerminkan hubungan social dalam suatu rumah tangga. Keluarga jawa termasuk penganut system patrilineal yang berpengaruh pada peran domestik. Analisis menggunakan data historis, pola aktivitas, dan elemen serta simbol arsitektural. Pemetaan aktivitas menunjukkan klasifikasi bangunan. Ndalem dan joglo memiliki ruang yang mendukung aktivitas dan peran sosial. Rumah dalam klasifikasi yang lebih rendah, menunjukkan peran domestik dan sosial yang kunci klasifikasi sosial, rumah tradisional Jawa, aktivitas rumah tanggaM BarlianaSyaomBarliana, M. Syaom. 2008. Perkembangan Arsitektur Masjid Suatu Transformasi Bentuk dan Ruang. HISTORIA Jurnal Pendidikan Sejarah, 092, 2020. Membincang Proses Islamisasi di Kawasan Kalimantan Dari Berbagai Teori. Khazanah Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 182, 243 -286. Budaya Kabupaten Kutai KartanegaraA RifaniM KumayzaRifani, A, M., & Kumayza, T, N. 2014. Hari Budaya Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal ilmu Sosial Mahakam, 31, Lama Gang Bengkok Sebagai Simbol Multietnis Di Kota MedanR TanjungRudiansyahJ ChenTanjung, R., Rudiansyah., & Chen, J. 2019. Masjid Lama Gang Bengkok Sebagai Simbol Multietnis Di Kota Medan. Journal of Art, Design, Education, And Culture Studies JADECS, 42, 95 Motif dan Warna Tegel Kunci pada Keraton Yogyakarta. Prosiding Seminar Heritage IPLBIF DewiW BudiDewi, F, W., & Budi, B, S. 2017. Ragam Motif dan Warna Tegel Kunci pada Keraton Yogyakarta. Prosiding Seminar Heritage IPLBI. Cirebon, Indonesia. 499 Arsitektur Jawa dan Sunda pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa CirebonM MuffidB SupriyadiR RukayahMuffid, M., Supriyadi, B., & Rukayah, R, S. 2014. Konsep Arsitektur Jawa dan Sunda pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. MODUL, 142, 65 -70.
Disamping dalam bidang fifik kendaaan, akulturasi juga menyangkut perilaku Bentuk bangunan Masjid yang merupakan hasil akulturasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut. a) Atapnya berupa atap tumpang, yaitu atap yang bersusun atau bertingkat, semakin Apa arti 3 atap tumpang di masjid Demak? Namun, penampilan atap masjid berupa tiga susun tajug ini juga dipercaya sebagai simbol Aqidah Islamiyah yang terdiri atas Iman, Islam, dan Ihsan. Apa yang dimaksud atap tumpang berikan contohnya? Atap bangunannya berbentuk tumpang atau susunan, semakin ke atas atapnya semakin kecil. Biasanya jumlah atap tumpang ini selalu ganjil, yakni tiga atau lima. Contohnya Masjid Agung Demak dengan atap bertumpang tiga. Mengapa masjid di Jawa Demak menyerupai pura? Bentuk ini diyakini merupakan bentuk akulturasi dan toleransi masjid sebagai sarana penyebaran agama Islam di tengah masyarakat Hindu. … Dengan bentuk atap berupa tajug tumpang tiga berbentuk segi empat, atap Masjid Agung Demak lebih mirip dengan bangunan suci umat Hindu, pura yang terdiri atas tiga tajug. Kenapa masjid beratap tumpang? Masjid beratap tumpang tiga memiliki nilai filosofi yang mendalam, yakni atap tumpang tiga bermakna Islam atap dasar, Iman atap tengah, Ihsan atap atas yang mencerminkan kondisi rakyat pada akhir jaman orang beragama Islam lebih banyak dari pada orang Islam yang beriman, orang Islam yang beriman lebih banyak … Apa itu beratap tumpang? Atapnya berupa atap tumpang, yaitu atap yang bersusun, semakin ke atas semakin kecil dan tingkat yang paling atas berbentuk limas. Jumlah tumpang biasanya selalu gasal/ ganjil, ada yang tiga, ada juga yang lima. Mengapa Masjid Agung Demak mempunyai atap tumpang yang berbeda dengan masjid masjid pada umumnya? Atap tumpang ini terinspirasi dari atap tumpang mahameru, yang beratap tumpang tiga yang terakulturasi bersama dengan kebudayaan hindu. Pondasinya kuat dan agak tinggi. Kenapa atap masjid selalu berjumlah ganjil? Bentuk dan ukuran masjid bermacam-macam, namun ciri khas sebuah masjid ialah atap kubahnya. … Jumlah atapnya selalu ganjil. Bentuk ini mengingatkan kita pada bentuk atap candi yang denahnya bujur sangkar dan selalu bersusun serta puncak stupa yang adakalanya berbentuk susunan payung-payung yang terbuka. Kenapa kubah masjid berbentuk bulat? Kubah masjid sangat mungkin mempunyai makna yang lebih dalam, setidaknya bahwa keberadaan kubah dalam arsitektur Islam tidak memiliki dua interpretasi simbolik. Lebih dari itu, kubah juga memiliki fungsi sebagai penanda arah kiblat dari bagian luar dan menerangi bagian interior masjid. Kapan Raden Patah membangun masjid Demak? Masjid ini didirikan pada masa pemerintahan Sultan pertama Demak, yakni Raden Patah. Salah satu masjid tertua di Pulau Jawa ini didirikan pada tahun 1477 masehi. Mengapa atap masjid dibuat oleh para wali dengan berundak tiga jelaskan? Tidak diragukan lagi, atap bersusun tiga adalah elemen arsitektur Hindu-Jawa. Akan tetapi, nilai-nilai di balik bentuk atap tersebut kental dengan ajaran Islam. Tiga tingkat dimaknai sebagai Islam, iman, dan ihsan. Dengan demikian, tiga tingkatan merefleksikan kesempurnaan keislaman seorang Muslim. Apakah Ciri Ciri khas masjid kuno di Indonesia? Sebutkan ciri–ciri bangunan masjid kuno di Indonesia Tidak memiliki kubah. Beratap limas. Dibangun dari bahan kayu. Dihiasi ukiran tradisional. Memadukan arsitektur asli Indonesia dan budaya Islam. 22 Apr 2014 Apa ciri khas dari bangunan masjid? Ciri–ciri masjid pada masa awal kehadiran Islam di Indonesia Atap masjid selalu bersusun. Atap masjid selalu bersusun tumpang, semakin ke atas ukurannya semakin kecil dan bagian paling atas biasanya berbentuk limas. … Didirikan di tengah kota. … Memiliki menara. 19 Apr 2021 Mengapa kubah masjid berbentuk bulat? Kubah biasanya diletakkan pada tempat tertinggi di atas bangunan dan berfungsi sebagai atap. … Lebih dari itu, kubah juga memiliki fungsi sebagai penanda arah kiblat dari bagian luar dan menerangi bagian interior masjid. Dari masa ke masa, bentuk kubah pada masjid juga terus berubah mengikuti perkembangan teknologi. Apa makna yang terkandung pada bentuk kubah masjid? Makna Kubah Masjid Penempatan Kubah yang berada pada tempat yang tertinggi di bangunan utama masjid memiliki makna kekuasaan dan kebesaran Tuhan atau memiliki kekuatan struktur yang besar. Secara umum kubah juga merupakan salah satu elemen yang dapat menghadirkan ruang positif yang besar pada suatu bangunan. cCX4R.